Senin, 26 Mei 2014

Rinduku Yang Terdalam


Terucap lirih dihantarkan oleh lembutnya desau angin,

" Malam ini jiwaku bergejolak dengan segala rasa kerinduan, 
tentang sebuah asa yang mungkin entah dari mana. 
Aku susuri malam kelam menyambut datangnya pagi hari yang begitu cerah, 
denganmu disisiku atau tanpamu disisiku. 
Rinduku yang terdalam dari yang teramat dalam."

"Dan malam ini pendar pendar rasa begitu hangat memeluk jiwaku,
menyambut asa di esok pagiku.
Meski ragamu berbatas ruang dan waktu,
Namun rasa mampu menembusnya tanpa jeda. 
Dan biarkan kusesap manisnya kerinduanmu."

"Hingga menjelang pagi, langit masih gulita dan hanya memperdengarkan sunyi.
Namun angan cukup benderang, mengenangkan tangan yang tergenggam erat,
dan angin mengabarkan kerinduan menghebat.
Rasa.
Hanya itu yang mampu kukirimkan, menyelinap di sela pekat malam,
terselip diantara relung relung do'a.
Biarlah Tuhan memelukmu dengan cinta-Nya."

Masih jelas dalam ingatanku, beberapa tahun lalu. Setiap kali aku pulang ke kotamu, selalu kau tunggu aku di bangku kayu di tengah taman. Larut dalam kerinduan, lalu lalang kendaraan tak mengusik percakapan kita. Mengalir dan meloncat dari satu topik ke topik yang lain, mulai tentang musik,pekerjaan, makanan, hingga membicarakan tentang kehidupan, tanpa beban, tanpa kemunafikan. Tulus membagikan tawa dan canda, sambil menikmati secangkir kopi hitam dan sebatang sigaretmu yang mengepulkan asapnya menuju ke bintang bintang. 

Suasana terindah adalah menikmati malam di bawah kedipan bintang gemintang. Tak peduli waktu dan esok hari. Liburan selalu menyediakan sejuta keceriaan.  

Sempat berjarak, sempat tak bertegur sapa, ketika sahabat merasa persahabatannya terluka, namun sahabat sejati selalu kembali menyediakan hati dan bahunya untuk kekasih jiwanya. 

Bahagia itu ketika semua kembali seperti sediakala. Menikmati malam beralaskan aspal, beratapkan langit. Membagi semua kisah, melewatkan malam dan menunggu terbitnya merah jambu mentari pagi dalam genggam erat persahabatan. 

#love you

Minggu, 04 Mei 2014

Raja Rimba Tanpa Tahta

Dia datang dengan langkah gemulainya. Hari itu dia sama sekali tak menampakkan sifat buas dan garangnya. Gelarnya nyaris hilang, karena wilayahnya nyaris musnah. Raja rimba, tak berkuasa lagi atas rimbanya. Kini, semua kekuasaan dipegang seutuhnya oleh manusia, atau tepatnya hawa nafsu manusia telah mengangkangi hak semua makhluk di bumi ini.

Mengaum pelan, namun masih mampu menggugah lamunanku. Kucing besar itu terbaring lunglai, menyembunyikan tajamnya kuku kuku dan taringnya. Hanya nampak sorot matanya yang mengiba. 

"Tolong kami, kami tak tahu di mana lagi kami akan tinggal setelah ini. Bila salahsatu dari kami berkeliaran di kampung manusia, pasti kami akan ditangkap lalu dikurung atau bahkan dibunuh oleh manusia. Sedangkan hutan tempat kami tinggal dari hari ke hari kian habis ditebangi oleh mereka. Jumlah kami tak banyak lagi, mungkin tak lama kami tinggallah cerita bagi anak cucumu, karena kami tak mampu lagi bertahan hidup. Lihatlah hutan kini telah menjadi padang padang tandus, pohon-pohon ditebang tanpa menunggu pohon lain tumbuh, binatang buruan yang seharusnya menjadi mangsa kami pun ditangkap dan dimakan manusia. Apakah kalian sudah begitu kekurangan makan sehingga jatah kamipun kalian makan juga, kalian memiliki lebih dari apa yang kami miliki, namun mengapa kalian tak pernah merasa cukup?
Kami tak mampu bicara bahasa manusia, namun tataplah kami dengan hatimu, dimanakah nurani kalian?"

Aku tak mampu menjawabnya, tapi sepertinya dia cukup paham dengan pikiranku. Aku tersenyum padanya. Temanku, masih ada meskipun tak banyak, manusia yang peduli pada kalian, dan kami mengirimkan do'a beserta cinta untuk kalian. Hiduplah dengan tenang dan damai, kami akan terus berdo'a dan berjuang. 

#untuk kalian harimau sumatra