Jumat, 28 Desember 2012

Hilangmu

Menjelang pagi, tubuh ini sudah di puncak lelah. Bersiap tuk rebah, namun sebelum mata terpejam seperti biasa menyempatkan diri tuk sekedar "menengok"mu di layar hidupku. Berharap menemukanmu disana meskipun membisu. Karena seperti biasanya layarmu tak pernah kau sentuh lagi semenjak ada aku dalam hidupmu. Bahagia melihat kau ada disana dan "hidup". Walaupun aku tak pernah suka bila kau "hidup" untuk semuanya. Aku hanya inginkanmu ada, dan hanya "hidup" untukku. Egois memang, karena pada kenyataannya pikiranku "hidup" untuk siapa saja yang mengakui dan aku akui sebagai teman.

Sudah berjalan hampir lebih dari 180 hari aku selalu begini, sekadar menengok sebelum aku memejamkan mata. Dan selama ini tak pernah aku kehilanganmu. Hingga beberapa menit yang lalu.
Aku ingat betul, siang tadi aku menengokmu dan kamu masih ada disana berdiri dengan posisi seperti biasanya. Tak pernah berubah. Namun akhirnya dini hari ini aku harus menemui kenyataan kamu hilang. Menghilang atau dihilangkan darilayar hidup. Tanpa kabar, tanpa berita, tanpa tanda-tanda. Terkesiap dan hanya bisa bertanya-tanya.

Tanya yang tak terjawab hingga detik ini, pun setelah satu dua kali kukirim pesan singkat untukmu. Tak ada jawaban, tak ada balasan. Tanda tanyaku semakin bertubi tubi, berjatuhan dalam otakku. kenapa, ada apa, oleh siapa. Teringatku, menjelang malam tadi masih sempat kau menjawab pesanku, kau pastikan kau kan ada dalam setiap lelah dan gembiraku, kau pastikan itu. Entah, apa yang sudah terjadi padamu. Semua seakan akan membuatkan jarak. Aku terkulai, lemah sembari menata hati, menunggu jawabmu di esok hari.

Senin, 17 Desember 2012

Kabur

Riak-riak kecil memecah pantai, selebihnya sejauh mata memandang adalah biru yang teduh, tenang menandakan kedalamannya. Angin sepoi bertiup mengusap gundah. Indahnya laut bak bercengkerama denganmu, memeluk segala resahku.

Semalaman bergelut dengan segala kekhawatiran, namun aku hanya bisa mendengar kabar yang datang silih berganti, doa dirapalkan ratusan kali. Dimana keberadaannya tak kuketahui. Aku bisa merasakan ada kemarahan yang menggelegak, ada kekecewaan memuncak, ada kesedihan yang dalam. Semua tercampur aduk menjadi satu mengejawantah dalam satu bentuk pembicaraan yang gagal. Aku tak mungkin membela salahsatu dari mereka, bagaimana bisa keduanya keluar dari rahim yang sama,rahimku. Aku harus bagaimana??.

"Tenangkan dirimu kakakku, aku pasti membantumu, besok aku cari dia" setetes embun dari kejauhan mengimbangi api yang menginginkan satu cara yang aku tak suka, membakar dengan panasnya berharap, semua menjadi murni lagi setelah terbakar, "tidak" kataku. "aku tak setuju kemarahan ini dilawan dengan kemarahan" "Tolong, sejukkan api, siram dengan airmu.." aku ingin semua ini diluruskan dengan nalar.

Aku terduduk lunglai, menyalahkan diriku, seharusnya aku ada disana malam ini. "kamu jangan menyalahkan dirimu begitu, pahamilah dia, dia masih muda, dia baru mencari bentuk jatidiri nya, seumuran mereka baru berada di puncak emosional, jadilah air yang menyejukkan mereka, jangan menyalahkan diri, tak ada gunanya untuk mereka. Besok dia pasti pulang, ini takkan lama, percaya aku.. Sekarang sudah hampir pagi, tubuhmu perlu istirahat untuk meneruskan pencarianmu esok hari, tidurlah."

Angin pagi bertiup, mentari pagi menyapaku ketika satu kabar datang, "Biarkan dia menyusulmu untuk menenangkan diri, besok malam dia sampai." Satu kelegaan membuncah. "Terimakasih." Saat ini hanya itu yang mampu aku balaskan utk kebaikan-kebaikan kalian disana. Apapun, bagaimanapun cara kalian mendidik dua tunas mudaku, setuju tidak setuju, sejalan tidak sejalan, semua itu adalah bentuk kasih sayang kalian pada mereka. Tanganku tak cukup panjang untuk merengkuh dan memeluk mereka, Terimakasih selalu menjagakan mereka, semoga mereka menjadi seperti yang kita semua harapkan, "Migunani tumraping liyan"


(*tya, jalu, cepet baikan lagi ya nak... *te rien, om bhe, pak wan, terimakasih telah menjaga dan memeluk mereka dgn kasihsayang kalian, *rey thanks udah nenangin aku malam itu..)


Senin, 03 Desember 2012

Terimakasih Sederhana

Sederhanamu itu yang membuatku nyaman. Sesederhana caramu menjalani hidup padahal kau bisa mengejar yang lebih hebat dari apa yang kau genggam saat ini. Sesederhana cita-citamu namun itu hebat dimataku. Sesederhana kau menyederhanakan semua kerumitan hidup ini. Kau dengan cerdik menciptakan nyamanmu ketika hidup tak berpihak padamu. 

Aku tak pernah tahu jalan seperti apa yang ada di depan sana. Hanya berjalan dan terus berjalan. Hingga akhirnya kau menemukanku dalam jalan yang seiring meskipun tak satu jalan. Kita toh tetap bisa bergandengan tangan, tuk saling menguatkan. Meski sesekali aku sempat inginkan tur berhenti, namun dirimu tak pernah melepaskan genggaman tanganmu. Kau selalu mengatakan padaku, ketika datang kebahagiaan kita hanya harus berbahagia, dan ketika datang sedih hanya sabar dan bersyukur atas kebahagiaan yang setidaknya pernah ada. 

Orang-orang seperti kita sudah menanggalkan mimpi pada dinding dinding masalalu. Masa depan bukan lagi kita, tapi anak-anak kita. Berjalan dan terus berjalan membawa anak-anak menuju masa depan mereka. Tak hirau penat, getir, lapar dan dahaga, apapu yg terjadi anak-anak harus sampai pada masa depan mereka.

Mensyukuri apa yang nyata jauh lebih indah daripada bermimpi yang tak nyata. Karena mimpi indah terkadang menghempaskan jiwa ketika kita terbangun darinya. Bersyukur atas kehadiranmu, berterimakasih atas kegigihanmu utk menjadi bagian hidupku, bersyukur atas genggam erat tanganmu yang tak pernah kau lepas disaat bahagia maupun saat saat sulitku, bersyukur atas keajaiban kasihsayang ini. Syukurku mengejawantah dalam dirimu. Dirimu tetaplah anugerah buatku apapun yang terjadi.